PENDAHULUAN

            Manusia selalu berusaha menemukankebenaran. Banyak cara telah ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara laindengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atauempiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkanprinsip-prinsip yang terkadang melampaui penalaran rasional, kejadian-kejadianyang berlaku di alam itu dapat dimengerti.

            Struktur pengetahuan manusiamenunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkatpengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda.Pengetahuan inderawi merupakan struktur yang terendah. Tingkat pengetahuan yanglebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebihrendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan padaumumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebabitulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataanpengetahuannya agar terstruktur dengan jelas.

            Metode ilmiah yang dipakai dalamsuatu ilmu tergantung dari objek ilmu yang bersangkutan. Macam-macam objek ilmuantara lain fisiko-kimia, mahluk hidup, psikis, sosio politis, humanistis danreligius. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi,epistemologi dan aksiologi.

Ontologimembahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan,filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmupengetahuan.  Epistemologis membahasmasalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagidiperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanyarasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmupengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Kerangka filsafatdi atas akan memudahkan pemahaman mengenai keterkaitan berbagai ilmu dalammencari kebenaran.

PEMBAHASAN

1)      Apakah Ilmu?

Ilmumerupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejalaalamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkankita untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan inimemungkinkan kita untuk mengetahui serta mengetahui perkembangan gejalatersebut. Untuk itu, ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada daerahpengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenapgejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat panca ideranya.

Secaraepistemology, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam,yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakangabungan antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua caraberpikir tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukankebenaran.

2)      Apakah Filsafat?

Filsafatsecara etimologis berasal dari Bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya cintaatau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijasanaan. Dengandemikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderunganpada kebijaksanaan.

Adabeberapa definisi filsafat yang telah diklasifikasikan berdasarkan watak danfungsinya sebagai berikut:

1.      Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaanterhadap kehidupan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (artiinformal)

2.      Filsafat adalah sesuatu proses kritikatau pemikiran terhadap kritis terhadap kapercayaan dan sikap tang sangat kitajunjung tinggi.

3.      Filsafat adalah usaha untuk mendapatkangambaran keseluruhan. Dalam arti berusaha untuk mengkombinasikan hasil sainsdengan pengalaman manusia.

4.      Filsafat adalah analisis logis daribahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.

5.      Filsafat adalah sekumpulan problema yanglangsung, yang mendapat perhatian dari manusia yang dicarikan jawabannya olehahli-ahli filsafat.

3)      Apakah Filsafat Ilmu?

Setiapindividu mempunya pandangannya sendiri tentang sesuatu, demikian pula denganfilsafat. Berbeda inspirasi beda pula yang akan dihasilkan dari perolehaninspirasinya itu. Tak lain halnya dengan pandangan para ahli filsafat dalammendefinisikan filsafat ilmu. Banyak pendapat yang berkkaitan dengan pengertianfilsafat ilmu, diantaranya adalah:

Ø  Robert Ackermann: filsafat ilmu adalah sebuahtinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkandengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.

Ø  Lewis White Beck: filsafat ilmu itumempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencobamenetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

Ø  Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakancabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasarilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan praanggapan-praanggapannya, sertaletaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual.

Ø  May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagaianalisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan, dan penjelasanmengenai landasan-landasan ilmu.

Daridefinisi di atas dapat ditarik kesimpulan tentang ruang lingkup filsafat ilmuyang meliputi: komparasi kritis sejarah perkembangan ilmu, sifat dasar ilmupengetahuan, metode ilmiah, praanggapan-praanggapan ilmiah, dan sikap etis dalampengembangan ilmu pengetahuan.

4)      Apakah Kebenaran?

Tentangkebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktuyang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran ituadalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yangseharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentukketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaranyang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawandari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995).

Dalamteori keilmuan (ilmiah) kebenaran tidak bersifat mutlak ataupun langgeng,melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakanpendekatan (Wilardo, 1985:238-239).

Selarasdengan Poedjawiyatna (1987:16) yang mengatakan bahwa persesuaian antarapengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan ituharus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalahpengetahuan obyektif.

Meskipundemikian, apa yang dewasa ini kita yakini sebagai suatu kebenaran mungkin suatusaat akan hanya merupakan pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebihsejati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaanmanusia yang transenden, dengan kata lain, pencarian kebenaran suatu ilmubertalian erat dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari siniterdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti darikebenaran itu terdapat diluar  jangkauanmanusia.

5)      Teori Kebenaran Dalam Perspektif FilsafatIlmu

Dalammenguji suatu kebenaran diperlukan teori-teori ataupun metode-metode yang akanberfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalannya pengujian tersebut. Berikut inibeberapa teori tentang kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu:

a)      Teori Korespondensi

Teorikebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwapernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi (berhubungan) terhadapfakta yang ada. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika adakesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatuproposisi (ungkapan atau keputusan) adalah benar apabila terdapat suatu faktayang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan denganteori-teori empiris pengetahuan.

Ujiankebenaran yang di dasarkan atas teori korespondensi paling diterima secara luasoleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan kepadarealita obyektif (fidelity to objective reality). Kebenaran adalah persesuaianantara pernyataan tentang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan(judgement) dan situasi yang dijadikan pertimbangan itu, serta berusaha untukmelukiskannya, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan pernyataan ataupemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:237).

Jadi,secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdasarkan teori korespondensi suatupernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi(berhubungan) dan sesuai dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut(Suriasumantri, 1990:57). Misalnya jika seorang mahasiswa mengatakan “matahariterbit dari timur” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan tersebutbersifat faktual, atau sesuai dengan fakta yang ada bahwa matahari terbit daritimur dan tenggelam di ufuk barat.

Menurutteori korespondensi, ada atau tidaknya keyakinan tidak mempunyai hubunganlangsung terhadap kebenaran atau kekeliruan. Jika sesuatu pertimbangan sesuaidengan fakta, maka pertimbangan ini benar, jika tidak, maka pertimbangan itusalah(Jujun, 1990:237).

b)     Teori Koherensi atau Konsistensi

Teorikebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteriakoheren atau konsistensi. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawakepada pernyataan yang lain. Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggapbenar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten denganpernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990:55)., artinyapertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten denganpertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurutlogika.

Suatukebenaran tidak hanya terbentuk karena adanya koherensi atau kensistensi antarapernyataan dan realitas saja, akan tetapi juga karena adanya pernyataan yangkonsisten dengan pernyataan sebelumnya. Dengan kata lain suatu proposisidilahirkan untuk menyikapi dan menanggapi proposisi sebelumnya secara konsistenserta adanya interkoneksi dan tidak adanya kontradiksi antara keduanya.

Misalnya,bila kita menganggap bahwa “maksiat adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah”adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “mencuri adalahperbuatan maksiat, maka mencuru dilarang oleh Allah” adalah benar pula, sebabpernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.

Kelompokidealis, seperti Plato juga filosof-filosof modern seperti Hegel, Bradley danRoyce memperluas prinsip koherensi sehingga meliputi dunia; dengan begitu makatiap-tiap pertimbangan yang benar  dantiap-tiap sistem kebenaran yang parsial bersifat terus menerus dengankeseluruhan realitas dan memperolah arti dari keseluruhan tersebut (Titus,1987:239)

TeoriPragmatik

Teoripragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalahyang terbit pada tahun 1878 yangberjudul “How to Make Ideals Clear”. Teori inikemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalahberkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan denganfilsafat Amerika. Ahli-ahli filasafat ini di antaranya adalah William James(1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead (1863-1931) dan C.I.Lewis (Jujun, 1990:57)

Teorikebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasioleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknyasuatu dalil atau teori tergantung kepada peran fungsi dalil atau teori tersebutbagi manusia untuk kehidupannya dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Teoriini juga dikenal dengan teori problem solving, artinya teori yang dengan itudapat memecahkan segala aspek permasalahan.

Kebenaransuatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Menurutteori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku ataumemuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) danyang diartikan salah adalah yang tidak berguna (useless). Bagi para pragmatis,batu ujian kebenaran adalah kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability)dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequences). Teoriini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.

FrancisBacon pernah menyatakan bahwa ilmu pengetahuan harus mencarikeuntungan-keuntungan untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi. Ilmupengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia. Dengankata lain ilmu pengetahuan manusia adalah kekuasaan manusia. Hal ini membawajiwa bersifat eksploitatif terhadap alam karena tujuan ilmu adalah mencarimanfaat sebesar mungkin bagi manusia.

d)     Teori Performatif

Teoriini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegangotoritas tertentu. Contohnya mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim diIndonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkansebagian yang lain mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang diputuskan olehpemegang otoritas tertentu walaupun tak jarang keputusan tersebut bertentangandengan bukti-bukti empiris.

Dalamfase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif.Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama,pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif dapatmembawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib,adat yang stabil dan sebagainya.

Masyarakatyang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis danrasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikutikebenaran dari pemegang otoritas. Pada beberapa daerah yang masyarakatnya masihsangat patuh pada adat, kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Merekatidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakanrasio untuk mencari kebenaran.

e)      Teori Konsensus

Suatuteori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atauperspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukungparadigma tersebut. Masyarakat sains bisa mencapai konsensus yang kokoh karenaadanya paradigma. Sebagai komitmen kelompok, paradigma merupakan nilai-nilaibersama yang bisa menjadi determinan penting dari perilaku kelompok meskipuntidak semua anggota kelompok menerapkannya dengan cara yang sama.

Paradigmajuga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersamayang bisa melayani fungsi-fungsi esensial ilmu pengetahuan. Paradigma berfungsisebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis. Adanyaperdebatan antar paradigma bukan mengenai kemampuan relatif suatu paradigmadalam memecahkan masalah, tetapi paradigma mana yang pada masa mendatang dapatmenjadi pedoman riset untuk memecahkan berbagai masalah secara tuntas.

KESIMPULAN

            Bahwa kebenaran itu sangatditentukan oleh potensi subyek serta tingkatan validitasnya. Kebenaranditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atassesuatu itu. Bahwa kebenaran itu adalah perwujudan dari pemahaman (comprehension)subjek tentang sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyekitu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.

Bahwakebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pulayang mutlak, abadi dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupapenghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkanpemahaman potensi subjek (mental, rasio, intelektual).

Bahwasubstansi kebenaran adalah di dalam intaraksi kepribadian manusia dengan alamsemesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yangmenjangkaunya. Semua teori kebenarn itu ada dan dipraktekkan manusia di dalamkehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupanmanusia.

DaftarPustaka

JujunS. Sumiasumantri (ed), Ilmu dalam Prespektif, Jakarta: Gramedia, cet. 6, 1985.

I.R.Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan, Pengantar ke IImu dan Filsafat, Jakarta:Bina Aksara.1987.

SumantriSurya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka SinarHarapan

www.filsafat-ilmu.blogspot.com

www.kabarindonesia.com